Minggu, 30 April 2017

UDZUR KARENA KEBODOHAN

UDZUR KARENA KEBODOHAN

Saudara kami Agus Jaelani -hafizhahullaah- bertanya:

Syaikh kami -semoga Allah memberikan kebaikan kepada anda dan senantiasa memberkahi anda-

PERTANYAAN: “Orang-orang awam yang terjatuh dalam kesyirikan dengan sebab pengaruh ulama  suu’ (ulama jelek) dan para da’i yang menyeru kepada kesesatan: Apakah mereka berdosa, dan apakah mereka kafir?

[1]- SYAIKH SALIM BIN IED -hafizhahullaah- menjawab: “Mereka harus diajari.”

[2]- SYAIKH WALID SAIFUNNASHR -hafizhahullaah- menjawab :”Mereka berdosa apabila kurang dalam menuntut ilmu, dan (kurang dalam) usaha untuk memilih dari mana dia mengambil agamanya, sebagaimana dia (kalau sakit) mencari seorang dokter (yang baik) untuk badannya, dan (sebagaimana dia) membeli makanan yang baik untuk jasad nya.”

[3]- SYAIKH ALI HASAN -hafizhahullaah- menjawab: “Mereka berdosa karena kurang dalam usaha untuk mengetahui kebenaran, dan mereka tidak kafir.”

[4]- SYAIKH MUSA ALU NASHR -hafizhahullaah- menjawab:  “Tidak, mereka tidak kafir. Akan tetapi wajib bagi mereka untuk tidak taqlid dalam permasalahan Tauhid. Dan masalah Tauhid tidak diberikan udzur bagi seseorang karena kejahilannya; maka mereka berdosa apabila tidak belajar -khususnya di zaman mudahnya mengambil ilmu dari ulama yang benar, dan mereka (ulama yang benar) sudah terkenal tanpa harus dikenalkan.

Misalnya: tidak boleh bagi seseorang meninggalkan mengambil ilmu dari ulama Haramain (Makkah dan Madinah) dan mengambil ilmu dari selain mereka seperti (mengambil dari) masyaikh tarekat Sufiyah.

Nabi -‘alaihish shalaatu was salaam- bersabda: “Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya.”.”

[5]- SYAIKH ZIYAD AL-‘IBADI -hafizhahullaah-: menjawab: “Perkara ini perlu perincian:

- Apabila kesirikan ini termasuk Syirik Akbar, dia jelas diketahui kesyirikannya, ada da’i-da’i sunnah, kemudian manusia menolak dakwahnya, dan mengikuti da’i kesesatan dengan hawa nafsu :maka di sini tidak diberikan udzur.

- Adapun apabila perkara ini: rancu bagi mereka, dan mereka tidak mendapati (pengajaran) kecuali dari para imam yang sesat, dan mereka mengira ini adalah agama yang dibawa oleh Sayyidul Mursalin (Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-); maka mungkin ketika itu mereka diberikan udzur.”

[6]- SYAIKH IBRAHIM BANI SALAMAH -hafizhahullaah- menjawab: “Wahai anakku, orang-orang semisal mereka ini harus diajari, diberikan pemahaman, dan bukan dikafirkan -kita berlindung kepada Allah dari sikap terlalu berani dalam mengkafirkan seseorang- .

Barangsiapa yang mensifati (menuduh) seseorang muslim dengan kekafiran; maka sifat itu akan kembali kepada salah satunya.

Dan ketahuilah bahwa:

- sesungguhnya sebagian permasalahan kesyirikan bukanlah termasuk Syirik Akbar yang mengeluarkan seseorang dari agama.

- sebagaimana dalam setiap keadaan harus diperhatikan dari berbagai segi: maka kita tidak mengkafirkan sembarang muslim yang awam ataupun terpelajar; kecuali setelah menegakkan hujjah; yang menghilangkan semua syubhatnya.

Oleh karena itu, maka secara hukum asal: orang-orang awam (yang terjatuh dalam kesyirikan) tersebut adalah kaum muslimin, yang harus diajari dengan baik, lemah lembut, dan  bagus juga dengan cara diberi hadiah.

Wallaahu A’lam.

Rabu, 22 Maret 2017

Keutamaan Istighfar

ISTIGHFAR

Al-Imaam Ibnu Jariir Ath-Thabariy dalam kitab Tafsiir-nya membawakan satu riwayat dari Asy-Sya’biy (namanya : ‘Aamir bin Syaraahiil Abu ‘Amru Al-Kuufiy – wafat : 103 H), ia berkata: “Suatu ketika ‘Umar bin Al-Khaththaab pernah keluar untuk melaksanakan shalat istisqaa’ (minta hujan). Dalam doanya, ‘Umar hanya mengucapkan istighfar dan tidak menambah sesuatu selain itu. Ia pun kembali ke rumahnya. Dikatakan kepadanya : “Wahai Amiirul-Mukminiin, kami tidak melihatmu melakukan istisqaa’. ‘Umar berkata : “Sungguh, aku telah meminta hujan dengan ‘majaahidus-samaa’ yang denganya hujan akan diturunkan. Kemudian ‘Umar membaca ayat:

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا *

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat” (QS. Nuuh : 10-11).

Kemudian ‘Umar juga membaca ayat dalam Surat Huud  ayat 52:

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu” [Jaami’ul-Bayaan/23/633].

Hal yang sama ketika ada seseorang yang mengeluh kepada Al-Hasan Al-Bashriy (w. 110 H) karena musim paceklik panjang. Beliau menjawab : “Beristighfarlah kepada Allah”. Datang orang lain yang mengadukan kepada beliau tentang kemiskinan yang dialaminya, maka beliau menasihati : “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada orang lain mengadu kepadanya tentang kekeringan yang menimpa kebunnya, beliau menasihati : Beristighfarlah kepada Allah”. Dan ada orang terakhir mengadu kepadanya karena ia tidak memiliki anak, maka beliau menasihati : “Beristighfarlah kepada Allah”. Lalu beliau membaca ayat :

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS. Nuuh : 10-11).

Riwayat ini disebutkan Ibnu Hajar dalam Fathul-Baariy 11/98.

Bahkan ketika muncul pemimpin yang dhalim, Al-Muzanniy rahimahullah (murid imam Syaafi’iy, w. 264 H) berkata:

وَالتَّوْبَةُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ

“Dan (hendaklah) bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla agar Penguasa/Pemerintah bersikap kasih sayang terhadap rakyatnya” [Syarhus-Sunnah lil-Muzanniy, hal. 85].

Kenapa ? Allah ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang dhalim itu menjadi teman/pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan” [QS. Al-An’aam : 129].

Apakah dosa yang kita lakukan sedikit ? Mari kita hitung mulai bangun pagi hingga saat ini, kemarin hingga hari ini, tahun lalu hingga tahun ini.

Dengan sebab dosa, sehingga kita dianjurkan untuk beristighfar dan bertaubat kepada Allah ta’ala.

Apa yang dapat kita petik dari hal ini?

Keutamaan istighfar…. Hendaknya kita memperbanyak istighfar, meminta ampunan kepada Allah ta’ala dari dosa yang telah kita lakukan. Istighfar yang hakiki, yang berpengaruh pada ruh dan jiwa. Bukan sekedar rutinitas atau kebiasaan mulut saja. Seperti halnya apabila kita menginginkan sesuatu yang sangat kita butuhkan dari orang lain, tentu hati dan pikiran kita akan fokus berharap agar permintaan kita diberikan. Begitu juga dengan istighfar…

Semoga kita dapat memperbanyak istighfar, istighfar yang sebenar-benarnya. Kita hanyalah hamba yang lemah, penuh dosa, dan sangat berharap ampunan dari Allah ta’ala.

Wallaahu a’lam.

--- kultum ---

Minggu, 22 Januari 2017

KISAH DIBALIK DAPUR SANG KHOLIL (KEKASIH ALLAH)

Ustadz. AAN CHANDRA THALIB EL GHARANTALY  حفظه اللّٰه

KISAH DIBALIK DAPUR SANG KHOLIL (KEKASIH ALLAH)

Cuaca Madinah pagi itu begitu dingin. Sambil bersandar di sisi kiri mimbar, pandanganku tertuju ke arah makam Rasulullah.
Tiba-tiba imajinasiku memaksaku melompat jauh ke masa silam, tepatnya di tahun terakhir kenabian.

Tahun itu... Kabilah-kabilah arab berbondong-bondong menyatakan masuk islam.
Itu artinya tugas kenabian sebentar lagi usai.
Menikmati masa-masa kemenangan adalah tabiat sebuah perjuangan.
Tapi tidak bagi sosok yang mulia itu.
Karena misi perjuangannya bukan untuk meraup harta, bukan pula untuk mengejar jabatan.
Bila Allah ridho, kalimat-Nya ditinggikan, syariat-Nya ditegakkan, maka itulah puncak pencapaian tertinggi.
Raga suci itu letih, peluh di dahinya sesekali mengucur.
Diatas tikar kasar raga itu terkulai, berbulan-bulan tak ada api yang mengepul di rumahnya.
Kondisi itu tidak hanya terjadi sekali, bahkan berkali-kali semenjak beliau diutus menjadi nabi.

Abu Hurairah menuturkan, “Adakalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah Rasulullah tidak ada satupun lampu yang menyala, dapurnya pun tidak mengepul. Jika ada minyak, maka dijadikannya sebagai makanan.

Sering beliau tidur malam sedang keluarganya bolik-balik di atas tempat pembaringan karena kelaparan, tidak ada makan malam. Makanan mereka biasanya hanya  roti yang terbuat dari syair yang kasar.” (HR. Tarmidzi).

Sang istri Aisyah radhiallahu anha menuturkan, “Sering kali kami melewati masa hingga 40 hari, sedang di rumah kami tidak pernah ada lampu yang menyala dan dapur kami tidak mengepul. Maka orang yang mendengar bertanya, ‘Jadi apa yang kalian makan untuk bertahan hidup?’ Ibu kita menjawab, "Kurma dan air saja, itu pun jika dapat.”(HR. Ahmad)

Abu Hurairah berkata, “Aku pernah datang kepada Rasulullah ketika dia shalat sambil duduk, maka aku pun bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa aku melihatmu shalat sambil duduk, apakah engkau sakit?’ Jawab beliau, ‘Aku lapar, wahai Abu Hurairah.’ Mendengar jawaban beliau, aku terus menangis sedih melihat keadaan beliau. Beliau merasa kasihan melihatku menangis, lalu beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, jangan menangis, karena beratnya penghisaban di hari kiamat nanti tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia ini.” (HR. Muslim).

Ibnu Bujair berkata, “Pada suatu hari Rasulullah pernah merasa sangat lapar. Lalu beliau mengambil batu dan diikatkannya pada perutnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Betapa banyak orang yang memilih makanan yang lembut di dunia ini kelak dia akan menjadi lapar dan telanjang pada hari kiamat!
Dan betapa banyak orang yang memuliakan dirinya di sini, kelak dia akan dihinakan di akhirat.
Dan betapa banyak orang yang menghinakan dirinya di sini, kelak dia akan dimuliakan di akhirat’.”

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi, Ummul mukminin menuturkan, “Rasulullah tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut. Sebenarnya jika kita mau, kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar daripada dirinya sendiri.”

Doalog-dialog dalam kisah diatas seolah kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, tanpa terasa air mata ini mengalir.
Ya Allah....
Alangkah kufurnya diri ini terhadap nikmat-Mu.
Entah berapa kali diri ini merasakan kenyang, sementara syukur jarang terucap dan ibadah tak kunjung meningkat.
Aku teringat ucapan ummul mukmini Aisyah radhiallahu anha yang berbunyi, “Ujian yang pertama kali akan menimpa umat ini sesudah kepergian Rasulullah adalah kenyangannya perut!
Apabila perut suatu kaum kenyang, badannya gemuk, maka lemahlah hatinya dan syahwatnyapun merajalela!” (HR. Bukhari).

Wal iyaadzu billah..

Sahabat...
Sebelum mengeluhkan dapurmu yang kekurangan ini dan itu, maka ingatlah dapur Rasulullah shallallahu alaihi wasallam...
Ingatlah rasulullah yang tak pernah kenyang sejak diutus menjadi nabi hingga wafatnya.
Sesekali bawalah imajinasimu mundur jauh ke masa-masa beliau hidup, lalu tanyakan pada dirimu, "Masikah pantas engkau mengeluhkan kondisi dapurmu yang serba kekurangan..?"

Catatan:
Kesederhanaan Rasulullah adalah pilihan hidup, bukan keterpaksaan. Sebab bila beliau mau, maka gunung uhud akan dirubah menjadi emas untuknya, namun beliau menolak.
Beliau menganggap kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.
Riwayat-riwayat diatas tidak mengajarkan kepada kita untuk selalu lapar dan miskin. Namun  mengajarkan kepada kita agar mempunyai pola hidup sederhana. Dimana kita tetap berusaha dan bekerja keras, namun tidak menggantungkan semuanya kepada dunia.
Prinsipnya, "Genggamlah dunia dengan tanganmu, jangan biarkan ia memasuki hatimu"

_____________
Madinah, Disisi Raudhoh As-Syarif
03 Rabi' As-Tsany 1438 H
ACT El-Gharantaly

Kamis, 05 Januari 2017

BIDADARIKU YANG SEDANG MENYAMAR

*BIDADARIKU YANG SEDANG MENYAMAR*

Ibnu Qayyim rahimahullahu menyebutkan dalam sebuah hadits shahih dalam Musnad Imam Ahmad, bahwa ketika seorang suami beristrikan Hur‘ain (bidadari), kemudian pada saat itu akan datang seorang wanita lain yang kecantikan dan keelokannya mampu membuat seorang raja melupakan wanita-wanita lainnya.

_*Siapa wanita itu...?*_

Ternyata wanita tersebut adalah istrinya selama di dunia. Itulah keistimewaan para istri di surga, dia akan menjadi *RATU* dari para Hur‘ain (bidadari). Lalu, Ibnu Qayyim mengatakan, “Apakah seorang raja pernah memikirkan para pelayannya dihadapan *RATU*-nya...?”

_*TENTU TIDAK...!*_ Jadi, Allah akan memberikan pada istri kecantikan yang luar biasa jauh melebihi para bidadari.

_*KENAPA BEGITU...???*_

Ibnu Qayyim menjelaskan,

_*“Karena Hur‘ain (bidadari) tidak pernah menghadapi kesulitan yang dirasakan wanita dunia. Mereka tidak pernah berjuang di jalan Allah, tidak pernah dicemooh orang karena mengenakan hijab, tidak pernah merasakan sulitnya patuh pada suami,... dan seterusnya.”*_

Mengenai keistimewaan istri (wanita) di surga dibandingkan bidadari, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

_*“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”*_

(HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan pula bahwa wanita dunia yang shalihah lebih utama daripada bidadari surga.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa ia telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yg bermata jeli...?”

Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

*“Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”*

Kemudian ia bertanya lagi,

“Karena apa wanita dunia lebih utama daripada para bidadari...?”

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

*"Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala. Allah Tabaraka wa Ta'ala meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya ke-kuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata,* _*‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yg memiliki kami dan kami memilikinya'.”*_

(HR. Ath Thabrani)

*Masya Allah...!*
Sungguh ini sebuah kemuliaan yang diberikan kepada kaum wanita khususnya para istri. Derajat mereka bisa menjadi lebih mulia daripada bidadari surga. Mereka akan menjadi 'RATU' bidadari surga.

_*Untuk para kaum wanita....*_
Jangan sia-siakan kesempatan kalian untuk menjadi ratunya para bidadari di surga.

_*Ingat...!*_
Setelah meninggal tidak ada kesempatan untuk kembali ke dunia lagi.

Mulai sekarang, bagi para istri. Marilah berlomba-lomba agar bisa menjadi istri yang shalihah di dunia...!

(Ibn Al-Qayyim menjelaskan ini dalam kitabnya Raudhatu Al-Muhibbin)

Wallahu Ta'ala A'lam.

*Semoga bermanfaat.*
*Baarakallahu fiykum.*

Minggu, 01 Januari 2017

Ya Allah, berilah aku rezeki sebagaimana Engkau memberi rezeki kepada bughats

BUGHATS (BURUNG GAGAK)

Seorang ulama dari Suriah bercerita tentang do'a yang selalu ia lantunkan. Ia selalu mengucapkan do'a seperti berikut ini.

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺭﺯُﻗﻨَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺮﺯُﻕُ ﺍﻟﺒُﻐَﺎﺙََ

Ya Allah, berilah aku rezeki sebagaimana Engkau memberi rezeki kepada bughats.

Apakah "bughats" itu?
Dan bagaimana kisahnya?

"Bughats" anak burung gagak yang baru menetas. Burung gagak ketika mengerami telurnya akan menetas mengeluarkan anak yang disebut "bughats".

Ketika sudah besar dia menjadi gagak (ghurab).
Apa perbedaan antara bughats dan ghurab?

Telah terbukti secara ilmiah, anak burung gagak ketika baru menetas warnanya bukan hitam seperti induknya, karena ia lahir tanpa bulu. Kulitnya berwarna putih.
Saat induknya menyaksikanya, ia tidak terima itu anaknya, hingga ia tidak mau memberi makan dan minum, lalu hanya mengintainya dari kejauhan saja.

Anak burung kecil malang yang baru menetas dari telur itu tidak mempunyai kemampuan untuk banyak bergerak, apalagi untuk terbang.

Lalu bagaimana ia makan dan minum...?
Allah Yang Maha Pemberi Rezeki yang menanggung rezekinya, karena Dialah yang telah menciptakannya.

Allah menciptakan _aroma_ tertentu yang keluar dari tubuh anak gagak tersebut sehingga mengundang datangnya serangga ke sarangnya. Lalu berbagai macam ulat dan serangga berdatangan sesuai dengan kebutuhan anak gagak dan ia pun memakannya.
ماشاءالله
Keadaannya terus seperti itu sampai warnanya berubah menjadi hitam, karena bulunya sudah tumbuh.

Ketika itu barulah gagak mengetahui itu anaknya dan ia pun mau memberinya makan sehingga tumbuh dewasa untuk bisa terbang mencari makan sendiri.

Secara otomatis aroma yang keluar dari tubuhnya pun hilang dan serangga tidak berdatangan lagi ke sarangnya.

Dia-lah Allah, Ar Razaq, Yg Maha Penjamin Rezeki.

... نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا

...Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia...
(QS. Az-Zukhruf: Ayat 32)

Rezekimu akan mendatangimu di mana pun engkau berada, selama engkau menjaga ketakwaanmu kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam:

"Sesungguhnya Malaikat Jibril membisikkan di dalam qalbuku bahwa seseorang tidak akan meninggal sampai sempurna seluruh rezekinya. Ketahuilah, bertaqwalah kepada Allah, dan perindahlah caramu meminta kepada Allah. Jangan sampai keterlambatan datangnya rezeki membuatmu mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya tidak akan didapatkan sesuatu yang ada di sisi Allah kecuali dengan menta'atinya."

Jadi tidaklah pantas bagi orang-orang yang beriman berebut rezeki dan seringkali tidak mengindahkan halal haramnya rezeki itu dan cara memperolehnya.

Mari introspeksi diri, apakah muamalah dan pekerjaan yang kita lakukan ini sudah sesuai hukum الله atau belum. Mengetahui status hukum perbuatan dulu baru berbuat.

Itulah sikap selayaknya seorang muslim.

اَللّٰهُمَّ اَكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ.

“Ya Allah, berilah aku kecukupan dengan rezeki yang halal, sehingga aku tidak memerlukan yang haram, dan berilah aku kekayaan dengan karuniamu, sehingga aku tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu.” (HR. Ahmad)

Oleh sebab itu wahai kaum muslim, janganlah kita takut akan kurangnya rezeki, Allah Subhanahuwata'ala sudah mengatur rezeki. Sadarilah kitalah yang sebenarnya tidak pernah puas dan qanaah (menerima) dalam mensyukuri nakmat. Perbanyaklah bersyukur dan beristiqfar agar kita disayang Allah Subhanahuwata'ala.

Selamat bekerja.
Semoga hidup kita dicukupkan oleh rezeki yang halalan thoyyiban dan dipenuhi keberkahan didalam mencari karunia Allah Subhanahuwata'ala diatas muka bumi ini.

آمــــــــــــــــــين يا رب العالمين

والله أعلمُ بالـصـواب

Semoga ada manfaatnya.

باركالله فيكم